Oleh: Yudhea Sari, S.K.M
Tuberkulosis merupakan salah satu dari 10 penyakit penyebab kematian terbesar di dunia berdasarkan global report TB dunia. Angka morbiditas (kesakitan) mencapai 10.000.000 jiwa pada 2018, dan angka kematian mencapai 1.500.000 jiwa. Pada 2019 dinyatakan setidaknya ada 8,9-11 juta jiwa orang jatuh sakit dengan TBC. Lalu pada 2021 ada 9,9 juta kasus TBC. (WHO). Artinya kasus TBC harus mendapat perhatian dan penanggulangan berkelanjutan baik di dunia maupun di Indonesia.
Baru-baru ini pemerintah yaitu Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengumumkan bahwa Indonesia saat ini menempati peringkat ketiga setelah India dan Cina dengan jumlah kasus 824 ribu dan kematian 93 ribu per tahun atau setara dengan 11 kematian per jam. Rencananya pemerintah akan melakukan skrining besar-besaran di tahun ini, menindaklanjuti ditemukannya 61 persen atau sekitar 500 ribu orang yang belum diobati dan berisiko menjadi sumber penularan. (Kemenkes.go.id). Tuberkulosis merupakan salah satu dai 10 penyakit penyebab kematian terbesar di dunia berdasarkan global report TB dunia. Angka morbiditas (kesakitan) mencapai 10.000.000 jiwa pada 2018, dan angka kematian mencapai 1.500.000 jiwa. Pada 2019 dinyatakan setidaknya ada 8,9-11 juta jiwa orang jatuh sakit dengan TBC. Lalu pada 2021 ada 9,9 juta kasus TBC. (WHO). Artinya TBC tidak hanya menjadi permasalahan di Indonesia, tetapi juga di dunia.
Sebanyak 91 persen kasus TBC adalah TBC paru yang berpotensi menularkan kepada orang sehat di lingkungan sekitar penderita. Penemuan kasus dan pengobatan TBC yang tinggi di beberapa daerah provinsi Banten, Gorontalo, DKI Jakarta, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Barat. Sementara itu provinsi dengan kasus TBC paling banyak terkonsentrasi di Pulau Jawa yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Kendati demikian, seluruh warga negara Indonesia harus selalu peduli dengan kesehatan masing-masing agar terhindar dari berbagai macam penyakit.
Selanjutnya agar lebih waspada terhadap TBC mari kita kenali terlebih dahulu apa itu TBC? Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyebar melalui udara yang tekontaminasi air liur penderita, juga lendir, dan aliran darah ke organ dalam tubuh dari penderita TBC. TBC tidak hanya menyerang paru-paru tetapi juga bisa menyerang selaput otak, usus, tulang, dan kelenjar getah bening, dll.
Terdapat 2 jenis infeksi TBC yaitu TB pasif yang mana bakteri yang menginfeksi tubuh penderita tidak dalam keadaan aktif dan tidak menimbulkan gejala, kemudian TB aktif yang mana pada kondisi ini bakteri yang menginfeksi dalam keadaan aktif dan menimbulkan gejala pada penderita serta bisa menularkan pada orang sehat yang berisiko.
Apa saja gejala TBC? Perlu diketahui gejala awal TBC pada seseorang yang telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis yaitu batuk berdahak terus menerus selama 2 sampai 3 minggu atau lebih, sesak napas, nyeri pada dada, badan lemas, nafsu makan menurun, begitu juga dengan berat badan, berkeringat pada malam hari walaupun tidak melakukan aktivitas apapun.
Sebelum mengenal pencegahan TBC, kita juga harus tahu apa saja faktor risiko dari penyakit menular ini. Berikut diantaranya:
1. Kontak langsung dengan penderita TBC, dengan pertimbangan sifat TBC dan lama paparannya. Contoh tinggal satu rumah dengan penderita TBC, atau salah satu keluarga yang satu rumah dengan kita menderita TBC. Maka faktor risiko tertulah adalah 1 dari 3 orang memiliki kemungkinan paling besar. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh penelitian Fahdhienie dkk (2020) yang mana hidup serumah dengan penderita TBC memiliki risiko terpapar 4,26 kali lebih besar dibandingkan orang yang tidak hidup serumah dengan penderita TBC. Temuan lain juga dipaparkan oleh Prambalang dan Setiawan (2021) bahwa hidup serumah dengan penderita TBC dapat meningkatkan risiko terpapar bakteri penyebab TBC.
2. Faktor perilaku, misalnya seseorang hidup dengan penderita TBC yang sering membuang dahak sembarangan. Jika kita terbiasa hidup bersih tentunya tidak gampang terinfeksi, begitupun sebaliknya.
3. Faktor usia, orang lanjut usia dan anak-anak memiliki risiko lebih tinggi terkena TBC karena memiliki sistem imunitas yang kurang kuat disbanding usia lainnya secara umum. Hal yang sama dipaparkan penelitian yang dilakukan oleh Pralambang dan Setiawan (2021) mengenai faktor risiko kejadian Tuberkulosis di Indonesia, usia yang paling banyak ditemukan kejadian TBC adalah di atas 36 tahun.
4. Sistem kekebalan tubuh, melemahnya sistem kekebalan tubuh seseorang dapat disebabkan oleh bermacam faktor, contoh karena penyakit dan obat-obatan tertentu. Contoh HIV, diabetes, gangguan ginjal. Kemudian untuk contoh pengobatan yang dapat melemahkan kekebalan tubuh yaitu pengobatan kanker seperti kemoterapi. Nah dalam kondisi ini seseroang berisiko lebih besar untuk terinfeksi bakteri penyebab TBC.
5. Kondisi lingkungan rumah. Bagimana pencahayaan yaitu intensitas cahaya masuk ke dalam ruangan rumah, dimana semakin kurang cahaya masuk ke dalam rumah maka semakin meningkat ketahanan bakteri di dalam rumah. Kepadatan hunian, kelembaban, suhu, jenis lantai dan dinding rumah yang tidak sesuai dengan standar rumah sehat juga meningkatkan risiko kejadian TBC.
Nah setelah mengetahui faktor risiko kejadian TBC, maka kita akan mudah mengetahui bagaimana cara mencegah kejadian TBC. Hal ini dapat dilakukan dengan mengupayakan memenuhi vaksinasi BCG (Bacillus Calmette-Guerin) pada tiap anak. Perilaku pencegahan juga harus dimulai dari dalam rumah. Berikut penjabarannya:
1. Upayakan untuk selalu membersihkan rumah sesuai dengan kaidah rumah sehat, seperti selalu membuka jendela saat pagi hari. Memperhatikan kondisi ventilasi udara yang cukup, suhu ruangan yang pas, kondisi rumah yang tidak lembab.
2. Menerapkan pola hidup sehat dengan memakan makanan dengan kandungan gizi seimbang, aktivitas fisik yang cukup.
3. Menutup mulut dengan sapu tangan atau tisu ketika batuk, bersin, maupun tertawa. Tisu yang sudah kotor sebaiknya dimasukkan ke tempat sampah yang dibungkusi plastik.
4. Menggunakan masker yang aman bagi penderita TBC agar tidak menularkan TBC pada orang sehat
5. Rutin minum obat jika sudah didagnosa menderita TBC. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Gero dan Sayuna (2017) dimana pengendalian kejadian TBC khususnya penderita dapat dilakukan dengan rutin meminum obat TBC.
Upaya ini tentunya sangat mudah untuk diterapkan bagi tiap individu. Agar kita dapat membantu menyukseskan program pemerintah dengan harapan eliminasi TBC di 2030. Kalau bukan kita yang menjaga kesehatan kita, lalu siapa lagi? Bangsa yang sehat akan membentuk negara maju di segala bidang.
Daftar Pustaka
Pralambang, S.D. Setiawan, S. (2021). Faktor Risiko Kejadian Tuberkulosis di Indonesia. Jurnal Bikfokes : Vol 2 Hal 60-71.
Fahdhienie, F. Agustiana. Rahmadana, P.V.(2020).Analisis Faktor Risiko Terhadap Kejadian Tuberkulosis di Wilayah kerja Puskesmas Pidie Kabupaten Piddie. Jurnal Penelitian Kesehatan Vol.7 No.2 hal 52-60. https://doi.0rg/10.41535/sel.V7i2.3735
Kusuma,A.H. Anggraeni,A.D.(2021). Pemberdayaan Kader Kesehatan Masyarakat Dalam Pengendalian Tuberkulosis. Jurnal Empati Vol 2, No.1 hal 65-70.
Disunting oleh: Andika, SKM., M. Epid
[…] Baca Juga : Cegah Tuberkulosis (TBC) Dimulai Dari Diri Sendiri Dan Lingkungan Sekitar […]
[…] Baca Juga : Cegah Tuberkulosis (TBC) Dimulai Dari Diri Sendiri Dan Lingkungan Sekitar […]
Tinggalkan Komentar