Epidemiologi Penyakit GERD : Berpengaruhkah Terhadap Puasa Ramadhan?
Penulis : Dika Rahmadani, S.K.M.
Siapa yang sering langsung rebahan setelah makan? Siapa yang sewaktu puasa udah kayak diet intermediet, tapi waktu berbuka puasa malah jadi mukbang?
Hayoo ngaku! wkwk
Sumber Gambar : https://id.pinterest.com/pin/344525440260144573/
Kebiasaan ini jika dibiarkan lama-kelamaan akan mengundang masalah kesehatan yaitu GERD (GastroEsophageal Reflux Disease). Kebiasaan rebahan setelah makan tanpa menunggu minimal waktu 2-3 jam akan menimbulkan masalah pencernaan makanan yang belum selesai karena makanan masih dicerna lambung dengan keadaan pintu antara kerongkongan dan lambung yang disebut lower esophageal sphincter (LES) belum menutup sempurna dan apabila seseorang langsung rebahan dengan posisi horizontal maka, pintu LES akan terbuka sehingga menyebabkan lancarnya asam lambung naik ke kerongkongan, kerongkongan menjadi iritasi karena asam lambung, dan muncullah GERD. Maka, usahakanlah minimal tunggu 2-3 jam setelah makan atau coba aktvitas ringan seperti jalan kaki untuk membantu dalam mencerna makanan sebelum rebahan.
Sumber Gambar : https://asset-2.tstatic.net/kaltara/foto/bank/images/asam-lambung.jpg
Penyakit GERD adalah kondisi umum yang digolongkan pada penyakit kronis yang berlangsung lama dimana terjadinya refluks (kondisi ketika isi lambung naik kembali ke kerongkongan) sehingga mengakibatkan gejala dan/atau komplikasi. Adapun Gejala utama GERD adalah nyeri ulu hati dan regurgitasi.
GERD seringkali dihubungkan juga dengan puasa ramadhan, lantas apakah puasa ramadhan dapat menyebabkan terjadinya GERD?
Puasa Ramadhan diperkirakan dapat menyebabkan kejadian GERD jika :
Namun, semua itu dapat dikurangi selama puasa ramadhan dengan bepuasa (membatasi) berarti kebiasaan buruk seperti merokok ataupun konsumsi alkohol sebagai faktor-faktor dan gejala yang memberatkan dapat mengurangi GERD itu sendiri (Pan et al., 2019). Sesuai gejala yang dialami, penderita GERD yang menjalani puasa juga dapat diberikan anjuran untuk mengubah jenis makanan yang dikonsumsi, serta diberikan obat proton pump inhibitor (PPI) seperti lansoprazole atau pantoprazole. (Richter and Rubenstein, 2018)
Prevalensi GERD secara global meningkat setiap tahunnya karena adanya perbaikan standar hidup dan perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan, perubahan penting ini menyorot perlunya analisis yang sebanding, konsisten, dan sistematis mengenai beban penyakit dan tren GERD di berbagai kawasan dan negara, yang sangat penting dalam menciptakan strategi intervensi global. Beban GERD yang bervariasi dari waktu ke waktu, antar atau dalam suatu negara, dan wilayah.dengan prevalensi GERD di Asia berkisar antara 3 – 5% (Tarigan & Pratomo, 2019) menandakan gejala dan komplikasi GERD yang berulang, bersifat kronis, dan prevalensinya yang tinggi dapat menyusahkan diantaranya, menurunkan kualitas hidup pasien yang berhubungan dengan kesehatan, menimbulkan beban ekonomi yang signifikan bagi pasien dan keluarga mereka, dan penanganan klinis GERD yang mempengaruhi kehidupan banyak individu dan bertanggung jawab atas konsumsi besar biaya layanan kesehatan dan sumber daya masyarakat. Apalagi dua pertiga hingga 100% pasien akan kambuh ketika obat PPI dihentikan. (Zhang et al., 2022)
Berdasarkan penelitian (Buntara et al., 2020) Hasil uji statistik Pearson Chi Square with Yates Correction didapatkan (p-value : 0,552) artinya puasa ramadhan tidak terbukti meningkatkan gejala-gejala GERD dan insidensi penyakit GERD dikarenakan tidak adanya hubungan bermakna antara kelompok yang menjalankan puasa dan tidak terhadap nilai total kuesioner GERD-Q, walaupun secara klinis ditemukan adanya kemungkinan yang berpuasa lebih berisiko 1,228 (CI 95% : 0,772 – 2,088) kali untuk mencetuskan kejadian GERD. Penelitian ini juga berkesimpulan gejala gastrointestinal seperti mulas dan regurgitasi antara kelompok puasa dan non-puasa dari sebelum Ramadhan ke Ramadhan, Ramadhan ke setelah Ramadhan dan juga sebelum ke setelah Ramadhan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (P> 0,05) .
Demikianlah artikel dengan Judul Epidemiologi Penyakit GERD : Berpengaruhkah Terhadap Puasa Ramadhan? jangan lupa baca juga artikel lainnya pada link berikut ini:
Hari Kesehatan Sedunia dalam Sorotan Epidemiologi Global
SARI (Severe Acute Respiratory Infections): Penyakit Lama yang Perlu Diwaspadai!
Integrasi Data Epidemiologi dalam Pengambilan Kebijakan Kesehatan
Waspadai PCOS yang dapat Menyerang Wanita, Apa Saja Tanda dan Gejalanya?
Sering Menahan Kencing? Hati-Hati, Bisa Sebabkan Infeksi Hingga Batu Ginjal
Buntara, I. et al. (2020) ‘Perbandingan Hasil Kuesioner Gerd-Q Dan Gejala Gerd Pada Kelompok Yang Menjalankan Puasa Ramadhan Dan Tidak’, Jurnal Muara Sains, Teknologi, Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, 4(2), p. 413. doi: 10.24912/jmstkik.v4i2.7998.
Pan, J., Cen, L., Chen, W., Yu, C., Li, Y., & Shen, Z. (2019). Alcohol consumption and the risk of gastroesophageal reflux disease: A systematic review and meta-analysis. Alcohol and Alcoholism. https://doi.org/10.1093/alcalc/agy063
Richter, J. E. and Rubenstein, J. H. (2018) ‘Presentation and Epidemiology of Gastroesophageal Reflux Disease’, Gastroenterology, 154(2), pp. 267–276. doi: 10.1053/j.gastro.2017.07.045.
Zhang, D. et al. (2022) ‘Global, regional and national burden of gastroesophageal reflux disease, 1990–2019: update from the GBD 2019 study’, Annals of Medicine, 54(1), pp. 1372–1384. doi: 10.1080/07853890.2022.2074535.
Tinggalkan Komentar